Membandingkan
Sistem Pendidikan Finlandia dengan Sistem Pendidikan Indonesia
Beberapa poin system pendidikan Finlandia tersebut antara lain adalah:
1.
Setiap
pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya untuk mata
pelajaran yang menurutnya sudah dia kuasai
Berbeda
dengan di Indonesia, setiap pelajar diberi materi secara paket, siap atau tidak
siap siswa wajib mengikuti ulangan dan ujian bersama, Hal ini tidak menghargai
kemampuan siswa siswi yang berbeda tingkat IQ dan EQ nya.
2.
Satu orang guru
(gelar s2) bertindak sebagai guru mata pelajaran sedangkan satu orang lagi
(gelar s1) menjadi pengawas dan pembimbing setiap siswa dalam memahami setiap
bidang studi dan mendampingi anak secara individual apabila mengalami kendala
saat proses belajar berlangsung
Berbeda
dengan di Indonesia, guru di Indonesia masih berpendidikan S1 bahkan ada guru
dipelosok atau di daerah-daerah yang masih lulusan SMA saja yang mengajar di SD
atau di SMP, karena tidak banyaknya guru yang mau mengabdikan diri dipedesaan-pedesaan
atau mahalnya pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia, belum lagi antara
guru yang satu dengan guru yang lain tidak mau saling menggurui, tidak banyak
yang bisa diajak bekerja sama sehingga pendidikan di Indonesia masih
menggunakan system suka-suka guru sendiri saja. Menurut cerita para pakar
pendidikan di Finlandia itu guru adalah orang-rang pilihan, mereka direkrut
dari mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi dalam belajarnya, tidak seperti di
Indonesia, yang menjadi guru adalah orang-orang yang sekolahnya di SMA hanya
nilai yang pas-pasan. Inilah factor yang membuat pendidikan di Indonesia itu
kualitasnya menurun. Di Indonesia yang pintar-pintar tidak banyak yang ingin
jadi guru apalagi jaman dulu guru itu gajinya sangat kecil, berbeda dengan sekarang,
guru sudah berlipat-lipat kenaikannya, namun kualitas guru tetap segitu-gitu
aja karena mereka sudah terbiasa ngajar seperti dulu dulu, tidak mau berinovasi
dan berkreasi. Uang sertifikasi banyak dimanfaatkan untuk konsumtif dari pada
mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan guru yang professional.
3.
Setiap
kecakapan dan keterampilan dibidang tertentu yang dimiliki oleh setiap siswa
(extrakurikuler), bila sudah merasa mampu bisa mengusulkan diri untuk di uji
Di Indonesia
matapelajaran ekstrakurikuler hampir tidak banyak diikuti oleh siswa, hanya
siswa-siswa tertentu yang menyukai pelajaran ekstrakurikuler tersebut yang
mengikuti. Padahal matapelajaran kecakapan dan keterampilan ini merupakan bekal
buat siswa untuk lebih mampu mandiri dalam menghadapi tantangan dunia kerja ke
depan.
4.
Tugas tugas
(PR), les tambahan dan bimbingan ini dan itu nyaris tidak pernah ada di
Finlandia
Bagaimana
dengan tanah air? Tekanan yang begitu berat sangat terasa apalagi menjelang
ujian nasional. Siswa-siswi tidak punya waktu lagi untuk bermain,
bersosialisasi dan berkreasi karena sudah banyak beban yang mereka hadapi.
5.
SD dan SMP
tidak lagi mengeluarkan izajah mengingat tuntutan dunia kerja saat ini pun
izajah dua jenjang pendidikan ini tidak begitu diperlukan. Oleh karena itu,
perpindahan dari tingkat SD ke SMP cukuplah dengan nilai rapor begitu juga dari
SMP ke SMA
Di
Indonesia, setiap jenjang masih melakukan pembuatan Izasah dan sebelum izasah
dibuat proyek penilaian evaluasi nasional dengan melakukan tes UN dan mengeluarkan
juga Surat Keputusan Hasil Ujian Nasional (SKHUN). Lagi-lagi Indonesia memang
hoby mengeluarkan anggaran yang mubajir yang harusnya dapat dialokasikan pada
pendidikan gratis siswa.
6. Evaluasi belajar secara nasional hanya dilakukan
dijenjang SMA ketika yang bersangkutan akan melanjut keperguruan tinggi atau
merambah dunia kerja. Pemerintah Indonesia akan kehilangan proyek besar
jika pelaksanaan Evaluasi hanya dilakukan di tingkat SMA. Dengan berdalih bahwa
setiap jenjang pendidikan memperoleh keadilan kesejahteraan bagi penyelenggara
pendidikannya, sehingga Evaluasi seperti di Finlandia ini belum bisa dilakukan
di Indonesia.
7.
Para siswa
di Finlandia tidak mengenakan seragam. Bahkan kepala sekolah mengenakan celana
jeans dan kemeja berleher terbuka di sekolah. Karena mereka adalah para
akademisi dan sudah terlatih
Dari dulu
sampai sekarang masih dibenarkan jika sekolah itu wajib berseragam untuk
membedakan mana guru dan siswa, mana siswa yang kaya dan siswa yang miskin,
kalaupun Indonesia membedakan diri dengan Finlandia masih bisa ditolerir dan
tak ada masalah jika Indonesia terus menggunakan pakaian seragam Untuk membuat
siswa semangat dalam belajar dan semangat untuk ke sekolah, mungkin dibolehkan
satu hari untuk siswa berpakaian bebas agar dapat melatih prestise mereka dan
menambah daya tarik siswa lain dalam cara mereka berpakaian dan dalam hal ini
tetap memiliki identitas sekolah misalnya dengan memakai kartu nama yang
disediakan sekolah atau sejenis identitas lain yang dapat menjadi ciri khas
siswa di sekolah tersebut.
8.
Anak-anak
belajar dalam suasana yang santai dan informal
Di
Indonesia, masih banyak siswa tegang dalam belajar, mereka kaku dan jenuh dalam
menerima materi pelajaran dari guru yang menggunakan cara-cara konvensional,
ceramah dan hanyak menggunakan buku paket atau lks yang disediakan sekolah,
duduk dengan kursi berbaris dan berhadapan dengan gurunya seperti posisi
prajurit dengan komandannya.Jarang para guru yang menggunakan metode permainan
dalam memhami materi pelajaran yang diajarkannya. Hal ini menjadikan siswa
malas untuk belajar.
9.
Pendidikan
di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya
berkaus kaki
Ada sebagian
sekolah di Indonesia yang sudah mulai melepas sepatu dan hanya menggunakan kaus
kaki saja di kelas, ini untuk sekolah-sekolah di kota yang notabene sekolahnya sudah memiliki gedung yang bagus dan bersih.
Kita tahu di Indonesia kondisi sekolah-sekolah di daerah-daerah atau
dipelosok-pelosok semua bangunannya cukup memprihatinkan, ada sekolah yang
ruangannya masih beralas tanah dan becek, kebanjiran dan dekat dengan
rawa-rawa, ada juga sekolah yang dindingnya geribik dan atapnya bocor.
10. Persekolahan tingkat dasar dan menengah digabung,
sehingga murid tidak perlu berganti sekolah pada usia 13. Dengan cara ini,
mereka terhindar dari masa peralihan yang bisa menganggu dari satu sekolah ke
sekolah lain.
Dengan
alasan bosan sekolah 6 tahun apalagi 9 tahun di satu tempat membuat Indonesai
masih mempertahankan pemisahan SD dan SMP sehingga siswa diperbolehkan
melanjutkan ke jenjang SMP di sekolah lain.
11. Jasa termasuk makan siang panas gratis setiap hari,
kesehatan sekolah dan transportasi gratis bagi anak-anak yang tinggal terlalu
jauh dari sekolah untuk berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum.
Berbeda
dengan sekolah-sekolah di Indonesia kalau yang ingin gratis ya sekolahnya
sekedarnya, pemerintah hanya mampu membangunkan sekolah yang kurang layak,
kalau ingin sekolah yang bagus atau layak, orang tua masih dibebankan biaya
yang cukup besar, sehingga timbullah kesenjangan pendidikan dengan fasilitas sekolah
yang berbeda-beda antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya.
12. Siswa bahkan tidak diharuskan untuk menjawab dengan
benar, yang penting mereka berusaha sebaik mungkin.
Di Indonesia
siswa kebanyakan sangat takut mengeluarkan pendapat mengingat sebagian besar
guru tidak dan kurang menghargai siswa yang menjawab salah, siswa lebih sering
malu dan mindet takut-takut salah dalam menjawab pertanyaan guru.
13. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan
siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa,
maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan
menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan
kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai
sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem
ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya
masing-masing.
Untuk hal
ini sebagian besar sekolah di Indonesia tidak menggunakan system rangking namun
dalam otak guru dan orang tua tetap yang terbaik adalah siswa yang memiliki
semua nilai matapelajaran yang baik atau tertinggi, sehingga yang dikejar oleh
para siswa adalah nilai-nilai baik dari setiap matapelajaran. Guru yang mampu
memotivasi siswa mengikuti pelajaran yang diberikan nya, tidak membuat siswa
tegang, siswa suka belajar dengan dia, maka biasanya pelajaran yang
diajarkannya akan diminati dan akan mendapatkan nilai yang baik. Sebaliknya
saat guru yang tidak disukai akhirnya mereka tidak mau mendalami materi
pelajaran yang diajatkannya.
14. Tidak ada metode belajar ceramah, menciptakan suasana
proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan
belajar aktif. Sebagian besar dari pengamatan ke beberapa guru yang
pernah mengajar, metode ceramah masih sering digunakan oleh sebagian besar guru
khususnya guru lama alias guru seniour Hanya guru-guru yang aktif mengikuti
pelatihan-pelatihan dan pengarahan-pengarahan serta bimbingan dari tutor-tutor
yang berpengalaman yang mampu melaksanakan pendidikan belajar aktif. Hal ini
juga hanya bersifat sementara, lama kelamaan guru di Indonesia kembali ke titik
awal yaitu ceramah lagi ceramah lagi, metode inilah yang dianggap guru paling
murah dan tak memakan waktu dan biaya bagi guru.
15. Bahasa asing mulai diajarkan dari kelas I SD. Alasan
kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka
kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai
keanekaragaman kultural.
Siswa siswi
di Indonesia lebih banyak pandai berbahasa Inggris secara pasif, saat belajar
atau kursu mereka bisa menggunakan bahasa Inggris namun setelah itu mereka
enggan menggunakannya lagi di luar sehingga tidak terlatih dan lupa. Belum
banyak sekolah-sekolah yang mewajibkan satu hari warga sekolahnya menggunakan
Bahasa Asing, kalaupun ada hanya sekedar wacana saja tanpa ada realisasinya dan
yang tidak menggunakan tidak ada sangsinya.
16. Siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190
hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di
Indonesia yang 220 hari Di Indonesia belajar di sekolah sampai pukul 14.30 dan
hari sabtu kadang-kadang masih masuk untuk pelaksanaan ekskur, Kalau di
Finlandia belajarnya hanya sampai jam 13.00 selebihnya dipakai untuk ekskur dan
Sabtu-Minggu merupakan hari libur bersama keluarga atau belajar mandiri untuk
menggali potensi diri bagi siswa siswi Finlandia, maka tidak ada siswa yang
stress dalam belajar karena mereka belajar itu merupakan suatu kebutuhan. Tidak
mesti kuantitas jam belajar di sekolah melainka kualitas dalam menerima materi
pelajaran di sekolah degan kondisi yang cukup fit dan menyenangkan.
17. Setiap anak diwajibkan mempelajari bahasa Inggris
serta wajib membaca satu buku setiap minggu.
Indonesia
temasuk salah satu Negara yang paling sedikit peminat membacanya. Indonesia
paling terbesar pemanfaat facebook atau pengguna tweeter terbanyak, minat baca
buku sangat minim sekali. Orang Indonesia kadang kala tidak mengenal negeri dan
kekayaan alamnya sendiri, dibanding orang-orang luar negeri yang banyak
mengetahui khasanah budaya Indonesia dan sejarah Indonesia secara menyeluruh dengan
banyaknya minat baca dari pelajar-pelajar di luar negeri, termasuk orang-orang
Finlandia.
18. Semua siswa di bimbing menjadi pribadi yang mandiri,
mencari informasi secara independent. Karena dengan adanya banyak pen-dekte-an
membuat para siswa.
salah satu
yang paling banyak menggunakan pendiktean dalam belajar, siswa terbiasa menadah
informasi dari guru, tanpa berusaha mencari sendiri informasi-informasi yang
penting. Pemaksaan beli buku paket daris sekolah agar guru mendapatkan rabat
dari penerbit masih digunakan sebagian besar guru di Indonesia. Padahal guru
hanya memberikan SK dan KD kepada siswa,siswa dipersilahkan sebanyak-banyaknya
memiliki referensi buku dari mana
saja, sehingga mereka termotivasi mencari sendiri dan mempelajari sendiri kesamaan
dan perbedaan buku yang dibuat oleh masing-masing penerbit.
19. Kegemaran membaca aktif didorong.
Sedikit
sekali sekolah di Indonesia yang pimpinan sekolahnya menggalakkan para peserta
didiknya untuk menggemari atau melatih siswa hobby membaca buku dan menuliskan
resume atau menulis ulang dengan pemahaman dan pengambilan hikmah dari buku
yang dibacanya.
20. Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan
teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu
nonton TV. Di Indonesia, acara-acara TV yang paling digemari
adalah acara-acara sinetron yang sama sekali banyak yang kurang mendidik bagi
para pelajar atau siswa yang ada di Indonesia. Lagu-lagu atau syair-syair yang
sangat tidak mendidik, membuat para pelajar di Indonesia genap menjadi
orang-orang yang bodoh alias kurang mau membaca karena jarang menonton
film-film asing yang berbahasa asing da nada terjemahan di bawahnya supaya
siswa terlatih membaca dan mengenal bahasa Inggris dari orang yang
mengucapkannya.
21. Anak Finlandia
tidak diijinkan belajar sebelum usia tujuh tahun, “kami menghormati
masa kecil anak-anak dan hak mereka untuk bermain. di
Finlandia h tenang dan mematuhi aturan.
Di Indonesia
bahkan anak-anak yang masih sangat dini atau masih sangat kecil sudah
dipaksakan untuk sekolah dan mengenal huruf-huruf dan angka-angka, kebebasan
mereka untuk lebih banyak bermain telah diperkosa dengan menyekolahkan mereka
di usia dini, Tidak banyak sekolah usia dini salah kaprah dalam mengajarkan
kurikulum pendidikan usia dini. Saatnya anak-anak banyak bermain tapi siswa
banyak diperkenalkan dengan materi-materi kognitif lagi. Sungguh pendidikan
yang sangat salah kaprah di Indonesia ini.
semoga indonesia di masa depan kurikulumnya di perbaiki sama pak mentri. recomended buat mentri pendidikan nih :)
ReplyDelete