Tuesday, May 7, 2013

EDUCATION INDONESIA VS FIRLANDIA

Membandingkan Sistem Pendidikan Finlandia dengan Sistem Pendidikan Indonesia
Beberapa poin system pendidikan Finlandia tersebut antara lain adalah:
1.      Setiap pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya untuk mata pelajaran yang menurutnya sudah dia kuasai
Berbeda dengan di Indonesia, setiap pelajar diberi materi secara paket, siap atau tidak siap siswa wajib mengikuti ulangan dan ujian bersama, Hal ini tidak menghargai kemampuan siswa siswi yang berbeda tingkat IQ dan EQ nya.

2.      Satu orang guru (gelar s2) bertindak sebagai guru mata pelajaran sedangkan satu orang lagi (gelar s1) menjadi pengawas dan pembimbing setiap siswa dalam memahami setiap bidang studi dan mendampingi anak secara individual apabila mengalami kendala saat proses belajar berlangsung
Berbeda dengan di Indonesia, guru di Indonesia masih berpendidikan S1 bahkan ada guru dipelosok atau di daerah-daerah yang masih lulusan SMA saja yang mengajar di SD atau di SMP, karena tidak banyaknya guru yang mau mengabdikan diri dipedesaan-pedesaan atau mahalnya pendidikan di perguruan tinggi di Indonesia, belum lagi antara guru yang satu dengan guru yang lain tidak mau saling menggurui, tidak banyak yang bisa diajak bekerja sama sehingga pendidikan di Indonesia masih menggunakan system suka-suka guru sendiri saja. Menurut cerita para pakar pendidikan di Finlandia itu guru adalah orang-rang pilihan, mereka direkrut dari mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi dalam belajarnya, tidak seperti di Indonesia, yang menjadi guru adalah orang-orang yang sekolahnya di SMA hanya nilai yang pas-pasan. Inilah factor yang membuat pendidikan di Indonesia itu kualitasnya menurun. Di Indonesia yang pintar-pintar tidak banyak yang ingin jadi guru apalagi jaman dulu guru itu gajinya sangat kecil, berbeda dengan sekarang, guru sudah berlipat-lipat kenaikannya, namun kualitas guru tetap segitu-gitu aja karena mereka sudah terbiasa ngajar seperti dulu dulu, tidak mau berinovasi dan berkreasi. Uang sertifikasi banyak dimanfaatkan untuk konsumtif dari pada mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan guru yang professional.

3.      Setiap kecakapan dan keterampilan dibidang tertentu yang dimiliki oleh setiap siswa (extrakurikuler), bila sudah merasa mampu bisa mengusulkan diri untuk di uji
Di Indonesia matapelajaran ekstrakurikuler hampir tidak banyak diikuti oleh siswa, hanya siswa-siswa tertentu yang menyukai pelajaran ekstrakurikuler tersebut yang mengikuti. Padahal matapelajaran kecakapan dan keterampilan ini merupakan bekal buat siswa untuk lebih mampu mandiri dalam menghadapi tantangan dunia kerja ke depan.

4.      Tugas tugas (PR), les tambahan dan bimbingan ini dan itu nyaris tidak pernah ada di Finlandia
Bagaimana dengan tanah air? Tekanan yang begitu berat sangat terasa apalagi menjelang ujian nasional. Siswa-siswi tidak punya waktu lagi untuk bermain, bersosialisasi dan berkreasi karena sudah banyak beban yang mereka hadapi.

5.      SD dan SMP tidak lagi mengeluarkan izajah mengingat tuntutan dunia kerja saat ini pun izajah dua jenjang pendidikan ini tidak begitu diperlukan. Oleh karena itu, perpindahan dari tingkat SD ke SMP cukuplah dengan nilai rapor begitu juga dari SMP ke SMA
Di Indonesia, setiap jenjang masih melakukan pembuatan Izasah dan sebelum izasah dibuat proyek penilaian evaluasi nasional dengan melakukan tes UN dan mengeluarkan juga Surat Keputusan Hasil Ujian Nasional (SKHUN). Lagi-lagi Indonesia memang hoby mengeluarkan anggaran yang mubajir yang harusnya dapat dialokasikan pada pendidikan gratis siswa.

6.      Evaluasi belajar secara nasional hanya dilakukan dijenjang SMA ketika yang bersangkutan akan melanjut keperguruan tinggi atau merambah dunia kerja. Pemerintah Indonesia akan kehilangan proyek besar jika pelaksanaan Evaluasi hanya dilakukan di tingkat SMA. Dengan berdalih bahwa setiap jenjang pendidikan memperoleh keadilan kesejahteraan bagi penyelenggara pendidikannya, sehingga Evaluasi seperti di Finlandia ini belum bisa dilakukan di Indonesia.

7.      Para siswa di Finlandia tidak mengenakan seragam. Bahkan kepala sekolah mengenakan celana jeans dan kemeja berleher terbuka di sekolah. Karena mereka adalah para akademisi dan sudah terlatih
Dari dulu sampai sekarang masih dibenarkan jika sekolah itu wajib berseragam untuk membedakan mana guru dan siswa, mana siswa yang kaya dan siswa yang miskin, kalaupun Indonesia membedakan diri dengan Finlandia masih bisa ditolerir dan tak ada masalah jika Indonesia terus menggunakan pakaian seragam Untuk membuat siswa semangat dalam belajar dan semangat untuk ke sekolah, mungkin dibolehkan satu hari untuk siswa berpakaian bebas agar dapat melatih prestise mereka dan menambah daya tarik siswa lain dalam cara mereka berpakaian dan dalam hal ini tetap memiliki identitas sekolah misalnya dengan memakai kartu nama yang disediakan sekolah atau sejenis identitas lain yang dapat menjadi ciri khas siswa di sekolah tersebut.

8.      Anak-anak belajar dalam suasana yang santai dan informal
Di Indonesia, masih banyak siswa tegang dalam belajar, mereka kaku dan jenuh dalam menerima materi pelajaran dari guru yang menggunakan cara-cara konvensional, ceramah dan hanyak menggunakan buku paket atau lks yang disediakan sekolah, duduk dengan kursi berbaris dan berhadapan dengan gurunya seperti posisi prajurit dengan komandannya.Jarang para guru yang menggunakan metode permainan dalam memhami materi pelajaran yang diajarkannya. Hal ini menjadikan siswa malas untuk belajar.

9.      Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus melepas sepatu, hanya berkaus kaki
Ada sebagian sekolah di Indonesia yang sudah mulai melepas sepatu dan hanya menggunakan kaus kaki saja di kelas, ini untuk sekolah-sekolah di kota yang notabene sekolahnya sudah memiliki gedung yang bagus dan bersih. Kita tahu di Indonesia kondisi sekolah-sekolah di daerah-daerah atau dipelosok-pelosok semua bangunannya cukup memprihatinkan, ada sekolah yang ruangannya masih beralas tanah dan becek, kebanjiran dan dekat dengan rawa-rawa, ada juga sekolah yang dindingnya geribik dan atapnya bocor.

10.  Persekolahan tingkat dasar dan menengah digabung, sehingga murid tidak perlu berganti sekolah pada usia 13. Dengan cara ini, mereka terhindar dari masa peralihan yang bisa menganggu dari satu sekolah ke sekolah lain.
Dengan alasan bosan sekolah 6 tahun apalagi 9 tahun di satu tempat membuat Indonesai masih mempertahankan pemisahan SD dan SMP sehingga siswa diperbolehkan melanjutkan ke jenjang SMP di sekolah lain.

11.  Jasa termasuk makan siang panas gratis setiap hari, kesehatan sekolah dan transportasi gratis bagi anak-anak yang tinggal terlalu jauh dari sekolah untuk berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum.
Berbeda dengan sekolah-sekolah di Indonesia kalau yang ingin gratis ya sekolahnya sekedarnya, pemerintah hanya mampu membangunkan sekolah yang kurang layak, kalau ingin sekolah yang bagus atau layak, orang tua masih dibebankan biaya yang cukup besar, sehingga timbullah kesenjangan pendidikan dengan fasilitas sekolah yang berbeda-beda antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya.

12.  Siswa bahkan tidak diharuskan untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha sebaik mungkin.
Di Indonesia siswa kebanyakan sangat takut mengeluarkan pendapat mengingat sebagian besar guru tidak dan kurang menghargai siswa yang menjawab salah, siswa lebih sering malu dan mindet takut-takut salah dalam menjawab pertanyaan guru.

13.  Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing.
Untuk hal ini sebagian besar sekolah di Indonesia tidak menggunakan system rangking namun dalam otak guru dan orang tua tetap yang terbaik adalah siswa yang memiliki semua nilai matapelajaran yang baik atau tertinggi, sehingga yang dikejar oleh para siswa adalah nilai-nilai baik dari setiap matapelajaran. Guru yang mampu memotivasi siswa mengikuti pelajaran yang diberikan nya, tidak membuat siswa tegang, siswa suka belajar dengan dia, maka biasanya pelajaran yang diajarkannya akan diminati dan akan mendapatkan nilai yang baik. Sebaliknya saat guru yang tidak disukai akhirnya mereka tidak mau mendalami materi pelajaran yang diajatkannya.

14.  Tidak ada metode belajar ceramah, menciptakan suasana proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Sebagian besar dari pengamatan ke beberapa guru yang pernah mengajar, metode ceramah masih sering digunakan oleh sebagian besar guru khususnya guru lama alias guru seniour Hanya guru-guru yang aktif mengikuti pelatihan-pelatihan dan pengarahan-pengarahan serta bimbingan dari tutor-tutor yang berpengalaman yang mampu melaksanakan pendidikan belajar aktif. Hal ini juga hanya bersifat sementara, lama kelamaan guru di Indonesia kembali ke titik awal yaitu ceramah lagi ceramah lagi, metode inilah yang dianggap guru paling murah dan tak memakan waktu dan biaya bagi guru.

15.  Bahasa asing mulai diajarkan dari kelas I SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
Siswa siswi di Indonesia lebih banyak pandai berbahasa Inggris secara pasif, saat belajar atau kursu mereka bisa menggunakan bahasa Inggris namun setelah itu mereka enggan menggunakannya lagi di luar sehingga tidak terlatih dan lupa. Belum banyak sekolah-sekolah yang mewajibkan satu hari warga sekolahnya menggunakan Bahasa Asing, kalaupun ada hanya sekedar wacana saja tanpa ada realisasinya dan yang tidak menggunakan tidak ada sangsinya.

16.  Siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia yang 220 hari Di Indonesia belajar di sekolah sampai pukul 14.30 dan hari sabtu kadang-kadang masih masuk untuk pelaksanaan ekskur, Kalau di Finlandia belajarnya hanya sampai jam 13.00 selebihnya dipakai untuk ekskur dan Sabtu-Minggu merupakan hari libur bersama keluarga atau belajar mandiri untuk menggali potensi diri bagi siswa siswi Finlandia, maka tidak ada siswa yang stress dalam belajar karena mereka belajar itu merupakan suatu kebutuhan. Tidak mesti kuantitas jam belajar di sekolah melainka kualitas dalam menerima materi pelajaran di sekolah degan kondisi yang cukup fit dan menyenangkan.

17.  Setiap anak diwajibkan mempelajari bahasa Inggris serta wajib membaca satu buku setiap minggu.
Indonesia temasuk salah satu Negara yang paling sedikit peminat membacanya. Indonesia paling terbesar pemanfaat facebook atau pengguna tweeter terbanyak, minat baca buku sangat minim sekali. Orang Indonesia kadang kala tidak mengenal negeri dan kekayaan alamnya sendiri, dibanding orang-orang luar negeri yang banyak mengetahui khasanah budaya Indonesia dan sejarah Indonesia secara menyeluruh dengan banyaknya minat baca dari pelajar-pelajar di luar negeri, termasuk orang-orang Finlandia.

18.  Semua siswa di bimbing menjadi pribadi yang mandiri, mencari informasi secara independent. Karena dengan adanya banyak pen-dekte-an membuat para siswa.
salah satu yang paling banyak menggunakan pendiktean dalam belajar, siswa terbiasa menadah informasi dari guru, tanpa berusaha mencari sendiri informasi-informasi yang penting. Pemaksaan beli buku paket daris sekolah agar guru mendapatkan rabat dari penerbit masih digunakan sebagian besar guru di Indonesia. Padahal guru hanya memberikan SK dan KD kepada siswa,siswa dipersilahkan sebanyak-banyaknya memiliki referensi buku dari mana saja, sehingga mereka termotivasi mencari sendiri dan mempelajari sendiri kesamaan dan perbedaan buku yang dibuat oleh masing-masing penerbit.

19.  Kegemaran membaca aktif didorong.
Sedikit sekali sekolah di Indonesia yang pimpinan sekolahnya menggalakkan para peserta didiknya untuk menggemari atau melatih siswa hobby membaca buku dan menuliskan resume atau menulis ulang dengan pemahaman dan pengambilan hikmah dari buku yang dibacanya.

20.  Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV. Di Indonesia, acara-acara TV yang paling digemari adalah acara-acara sinetron yang sama sekali banyak yang kurang mendidik bagi para pelajar atau siswa yang ada di Indonesia. Lagu-lagu atau syair-syair yang sangat tidak mendidik, membuat para pelajar di Indonesia genap menjadi orang-orang yang bodoh alias kurang mau membaca karena jarang menonton film-film asing yang berbahasa asing da nada terjemahan di bawahnya supaya siswa terlatih membaca dan mengenal bahasa Inggris dari orang yang mengucapkannya.

21.  Anak Finlandia tidak diijinkan belajar sebelum usia tujuh tahun, “kami menghormati masa     kecil anak-anak dan hak mereka untuk bermain. di Finlandia h tenang dan mematuhi aturan.
Di Indonesia bahkan anak-anak yang masih sangat dini atau masih sangat kecil sudah dipaksakan untuk sekolah dan mengenal huruf-huruf dan angka-angka, kebebasan mereka untuk lebih banyak bermain telah diperkosa dengan menyekolahkan mereka di usia dini, Tidak banyak sekolah usia dini salah kaprah dalam mengajarkan kurikulum pendidikan usia dini. Saatnya anak-anak banyak bermain tapi siswa banyak diperkenalkan dengan materi-materi kognitif lagi. Sungguh pendidikan yang sangat salah kaprah di Indonesia ini.

1 comment:

  1. semoga indonesia di masa depan kurikulumnya di perbaiki sama pak mentri. recomended buat mentri pendidikan nih :)

    ReplyDelete